BIOKONSERVASI DIMATA MEREKA  

Posted by: Unknown in


Berbicara mengenai masalah konservasi, ternyata tidak semua orang yang mengetahuinya bahkan mengerti akan permasalahannya. Ketika saya melakukan wawancara terhadap salah seorang warga Pasar Baru yang bernama Zamzami yang berusia 63 tahun dan tepatnya beliau adalah pengurus kosan tempat saya tinggal, dan beliau juga pensiunan PT Semen Padang, Indarung,  awalnya bapak tersebut tidak paham dengan pertanyaan ringan yang saya berikan. Bahkan beliau sama sekali tidak ada bayangan kata-kata mengenai konservasi. Lalu saya mencoba memberi arahan jawaban dan mulai berpikir untuk merubah redaksional saya sehingga mudah dimengerti oleh bapak tersebut. Mungkin tepatnya seperti ini awal pertanyaan saya, “ Permisi pak, boleh saya mewawancarai bapak sebentar?”, Begini pak, apakah Bapak tahu mengenai konservasi lingkungan?”. Bapak tersebut diam dan agak mengkerutkan keningnya. Lalu saya arahkan pertanyaan saya kearah yang mempertanyakan mengenai permasalahan lingkungan. Dan bapak tersebut menjawab “ Ya, Saya pernah mendengar kata-kata konservasi tersebut dan kalangan mahasiswa juga banyak yang membicarakan hal tersebut” kata beliau.
“ Setahu Bapak, bagaimana konservasi itu? Maksud saya apa yang dilakukan dalam konservasi itu?” Tanya saya lagi karena merasa suasana sudah agak mencair. “ Ya, mungkin di dalam konservasi tersebut dilakukan perbaikan atau menjaga lingkungan misalnya hutan agar tidak terjadi bencana, “tu  mah contohnyo di Silaiang acok longsor, tu dek a, kayu-kayu pohon di atehnyo tu alah banyak nan habis jadi aia hujan mailia se turun mambawo tanah, manusia juo nan baulah”, jawab bapak tersebut dengan mantap sembari melontarkan guyonan minangnya.
“Lalu apakah bapak pernah mendengar istilah Biologi Konservasi?”.tanya saya lagi. Bapak tersebut tersenyum dan mulai mempersiapkan rangkaian kata-katanya “ Setahu bapak, biologi tu baraja tentang makhluk hidup, di dalamnyo mencakup tumbuh-tumbuhan dan hewan-hewan. Berarti disiko biokonservasi tu adolah bagaimana supaya kita melakukan perlindungan terhadap tumbuhan dan hewan tadi agar mereka semua bisa selamat, aratinyo adolah tempat hidup mereka jangan diganggu”. Lancar sekali bapak tersebut menjawab meskipun bahasanya campur-campur. Memang sih pada awal-awalnya bapak tersebut agak bingung dengan permasalahan biokonservasi tersebut, tetapi saya selalu berusaha memberikan pertanyaan – pertanyaan arahan untuk membantu bapak tersebut untuk mengerti dan mengeluarkan sendiri penjelasan yang dia tangkap dari arah pertanyaan yang saya ajukan. Saya tidak sabar untuk menunggu jawaban – jawaban lainnya, lalu saya segera menanyakan hal-hal lain yang masih bersambungan dengan pertanyaan tadi


“Apa-apa saja salah satu bentuk konservasi yang pernah Bapak lihat atau Bapak sendiri yang melakukan suatu konservasi?”. Kemudian bapak tersebut agak sedikit  memikir “apa ya”!!! “Yang bapak tahu tidak banyak nak, mungkin bapak pernah dengar orang-orang melakukan penghijauan, katanya kita menanam bibit-bibit pohon di hutan yang kawasannya sudah tidak bagus lagi”. Saya mengangguk-nganggukan kepala atas jawaban beliau. Saya tahu bahwa bapak ini adalah pensiunan PT. Semen Padang, tentulah beliau cukup paham atau melihat langsung kerusakan-kerusakan di hutan. Bukankah hutan disekitar PT Semen Padang tersebut telah banyak yang tandus mengingat bahan baku untuk semen tersebut di eksplorasi dari hutan di sekitar pabrik tersebut.
Mmmm….Kalo boleh kita flashback kembali ke wawancaranya, di sela-sela perbincangan kami ini, bapak Zamzami bercerita juga mengenai keadaan Pasar Baru beberapa tahun yang lalu. Kata beliau, dulu Pasar Baru tidak seramai seperti ini. Pasar baru masih memiliki banyak lahan-lahan pertanian seperti sawah. Namun kini semua lahan dibuka untuk dijadikan tempat kos-kosan. Sawah-sawah sudah banyak yang mulai dijual tanahnya dan ditimbun untuk dijadikan sebagai rumah toko (ruko). Mungkin saat sekarang kita belum merasakan dampak yang besar mengenai hal ini, tetapi yakinlah bahwa beberapa tahun kedepan saja mungkin keberadaan sawah-sawah sudah mulai terdesak atau mulai banyak masyarakat yang memperluas tanahnya dengan mendatarkan bukit di belakang sana kata beliau serta menunjukkan telunjuknya kearah belakang kos saya yang memang ada bukit disana dan sekaligus aliran sungai dari Batu Busuak.
Mungkin berbeda dengan ibu Septaria Yusmar, seorang ibu rumah tangga yang berusia sekitar 35 tahun. Dalam proses wawancara ini saya menemukan cukup banyak kesulitan dalam mengarahkan jawaban ibu ini mengingat ibu ini sebagai masyarakat biasa yang pendidikannya dapat dikatakan masih sangat rendah tentu masih awam akan informasi-informasi yang ada pada saat sekarang ini, apalagi mengenai masalah biokonservasi. Kalaupun pernah mendengar istilah tersebut mungkin sering diabaikan begitu saja. Ibu ini saya temui ketika beliau sedang belanja di warung dekat kos saya untuk membeli sambal. Saya meminta izin beliau untuk menyediakan waktunya sebentar untuk mewawancarainya tepatnya berbincang-bincang hangat. Perbincangan pembuka saya awali dengan perkenalan diri saya dan tujuan saya mewawancarai beliau. Lalu saya berikan semacam pengantar mengenai kerusakan hutan dan banyak pengaruh yang kita rasakan sebagai umat manusia akan perubahan kondisi alam yang semakin panas ini. Dan saya mulai memasuki tahap pertanyaan yang sebenarnya atau inti pertanyaan yang saya ingin dapatkan jawabannya dari beliau. Saya sudah begitu yakin kalau ibu ini akan menjawab dengan wawasan yang dia miliki atau dia tangkap dari perbincangan pengantar tadi, namun saying ketika saya tanyakan tahukah beliau semacam usaha konservasi atau perlindungan terhadap keanekaragaman makhluk hidup yang ada di hutan atau tempat tinggal spesies tersebut (*habitat dalam bahasa ilmiahnya), ibu tersebut segera menggelengkan kepalanya. Saya sedikit terkejut, saya pikir ibu tersebut sudah menangkap apa yang saya arahkan sebelumnya. Namun dengan sabar saya mulai mengarahkan lagi sedikit demi sedikit hingga ibu itu benar-benar mengerti. Huftt… lega saya. Ibu itu jadi tahu informasinya, dan data yang saya harapkan bisa saya dapatkan. Dalam mewawancarai ibu Septaria ini, banyak kelucuan yang saya temukan dan herannya bahan wawancara yang saya dapatkan dari beliau sangat sedikit tapi sebaliknya penjelasan saya panjang lebar kepada beliau dalam menginformasikan masalah biokonservasi. Tidak apa-apa. Malahan saya sangat senang. Kenapa? Paling tidak saya telah bisa menyumbangkan sedikit ilmu biologi saya kepada masyarakat seperti ibu Septaria ini.

Kesimpulan atau lebih tepatnya makna yang bisa saya rasakan ketika saya mulai terjun kelapangan dan berbaur langsung dengan masyarakat mengangkat tema biokonservasi ini yaitu meski sebenarnya makna konservasi biologi dimata mereka sangat sederhana dibandingkan kita-kita yang boleh dibilang sudah cukup banyak mendapatkan pengetahuan mengenai konservasi hayati, tetapi saya sangat menghargai setiap kata yang keluar dari mulut mereka. Setidaknya mereka masih peduli dengan lingkungan dan masih memikirkan masalah lingkungan yang akan terjadi jika seandainya hutan-hutan dibumi ini dirusak. Setidaknya itu yang saya tangkap dari perbincangan singkat saya dengan mereka. Terimakasih buat bapak Zamzami dan ibu Septaria Yusmar, berkat anda berdua saya dapat menyelasaikan tugas kuliah ini dan saya bisa menyumbangkan sedikit ilmu saya kepada Bapak dan Ibu. Slogan dari saya
We are One Earth, Let’s Save Our Earth
                                                                                                             Written by : Nenny Darmayanti
*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Biologi 07, FMIPA Unand
                                                                                                                                        
                                                                                                                              


This entry was posted on 13:39 and is filed under . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar

nennydarmayanti@gmail.com. Diberdayakan oleh Blogger.